This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 06 Januari 2015

8 Kunci Kemuliaan

8 Nasehat Umar bin Khattab Tentang Kunci-Kunci Kemuliaan

Bismillahir rahmaanir rahiim..
1. barangsiapa meninggalkan ucapan yang tidak perlu,
maka dia akan diberi hikmah

2. barangsiapa meninggalkan penglihatan yang tidak perlu,
maka dia akan diberi kekhusyu’kan dalam hati

3. barangsiapa meninggalkan makan yang berlebihan, maka
dia diberi kenikmatan beribadah

4. barangsiapa meninggalkan tertawa yang berlebihan,
maka dia akan diberi kewibawaan

5. barangsiapa meninggalkan humor, maka dia akan diberi
kehormatan

6. barangsiapa meninggalkan cinta duniawi, maka dia akan
diberi kecintaan kepada akhirat

7. barangsiapa meninggalkan perhatiannya kepada aib
orang lain, maka dia akan diberi kemampuan untuk
memperbaiki aibnya sendiri

8. barangsiapa meninggalkan penelitian tentang bagaimana
wujud Allah, maka dia akan terhindar dari nifaq (berpura-pura pada agamanya)

Marilah kita berdoa, bermunajat kepada Allah. Semoga
Allah mengampuni kita, dan menghapuskan kita dari segala
dosa yang telah lalu.


Ya Allah,Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja
atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilahkami,
berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat.
Aamiin Ya Rabbal'alamin.

Kamis, 27 November 2014

My Pictures









Kamis, 13 November 2014

HADIST



HADIST-HADIST
Saat menghadapi musibah, doa merupakan senjata utama seorang hamba. Melalui doa, seorang hamba berpasrah diri kepada Allah, bersimpuh di hadapan-Nya dan mengharapkan pertolongan-Nya semata. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam saat tertimpa musibah adalah doa berikut ini:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain doa tersebut berbunyi:
 إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” (HR. Ahmad dan Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi)
Doa tersebut telah diamalkan dan dibuktikan sendiri khasiatnya oleh perawi hadits tersebut, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini:
(1). Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa sebuah musibah, kemudian ia mengucapkan:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Kita milik Allah semata dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kita kembali. (QS. Al-Baqarah [2]: 156). Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”
Kecuali Allah pasti akan memberinya pahala atas musibah yang menimpanya dan memberinya ganti yang lebih baik dari apa yang telah hilang darinya.
Ummu Salamah berkata: “Ketika suami saya Abu Salamah meninggal, saya pun membaca doa tersebut sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Allah menggantikan untukku Abu Salamah dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.” (HR. Muslim no. 918)
(2). Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari suamiku Abu Salamah kembali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Ia berkata, “Saya telah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam suatu perkataan yang membuat aku begitu gembira. Beliau bersabda: “Tidaklah sebuah musibah menimpa seorang pun dari kaum muslimin lalu ia beristirja’ (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un) saat tertimpa musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:
اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” Melainkan doa itu akan terlaksana.”
Ummu Salamah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun menghafalkan doa tersebut dari Abu Salamah. Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un dan membaca doa:
اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.”
Aku kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dari mana saya mendapatkan ganti yang lebih baik daripada suamiku Abu Salamah?”
Ketika masa ‘iddah saya telah habis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam meminta izin bertemu denganku. Saat itu aku sedang menyamak kulit, maka aku pun segera mencuci tanganku dan member izin beliau bertamu. Saya meletakkan sebuah bantal dari kulit yang diisi oleh serabut. Beliau duduk di atas bantal itu dan melamarku.
Setelah beliau selesai berbicara, saya pun berkata, “Wahai Rasulullah, bukannya saya tidak ingin dengan Anda. Namun saya ini seorang wanita yang sangat pencemburu. Saya khawatir Anda akan melihat dariku perkara yang justru menyebabkan Allah menyiksaku karenanya. Saya juga wanita yang telah berumur tua. Lebih dari itu saya punya banyak anak.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Perkara cemburu yang engkau sebutkan tadi, maka Allah akan menghilangkannya darimu. Perkara usiamu yang telah tua, aku pun mengalami hal yang sama denganmu. Sedangkan perkara banyaknya anakmu, maka anak-anakmu adalah anak-anakku juga.”
Ummu Salamah berkata, “Jika begitu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam akhirnya menikahi Ummu Salamah.
Ummu Salamah berkata, “Allah Ta’ala telah menggantikan Abu Salamh untukku dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”(HR. Ahmad no. 16344 dan Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh)
Doa tersebut berlaku umum untuk semua musibah yang menimpa seorang muslim. Doa tersebut tidak berlaku khusus untuk musibah kehilangan suami atau istri semata. Sebab, makna sebuah dalil syar’i disimpulkan dari keumuman lafalnya, bukan dari kekhususan sebab turunnya dalil syar’i tersebut.
Selamat mengamalkan doa yang agung ini. Wallahu a’lam bish-shawab.
- See more at: http://www.arrahmah.com/read/2012/12/14/25454-doa-saat-terkena-musibah.html#sthash.6VZT2KXN.dpuf





Sumber: Ibnu Majah
Tema: Sabar atas musibah
ما جاء في الصبر على المصيبة
No. Hadist: 1585 | Sumber: Ibnu Majah | Kitab: Jenazah
Bab:
Sabar atas musibah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ سِنَانٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh berkata, telah memberitakan kepada kami Al Laits bin Sa'd dari Yazid bin Abu Habib dari Sa'd bin Sinan dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sabar itu adalah saat pertama terkena musibah. "
No. Hadist: 1586 | Sumber: Ibnu Majah | Kitab: Jenazah
Bab:
Sabar atas musibah
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا ثَابِتُ بْنُ عَجْلَانَ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ ابْنَ آدَمَ إِنْ صَبَرْتَ وَاحْتَسَبْتَ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى لَمْ أَرْضَ لَكَ ثَوَابًا دُونَ الْجَنَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ayyasy berkata, telah menceritakan kepada kami Tsabit bin 'Ajlan dari Al Qasim dari Abu Umamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, jika kamu bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka aku tidak akan meridlai bagimu sebuah pahala kecuali surga. "
No. Hadist: 1587 | Sumber: Ibnu Majah | Kitab: Jenazah
Bab:
Sabar atas musibah
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ حَدَّثَهَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَابُ بِمُصِيبَةٍ فَيَفْزَعُ إِلَى مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ مِنْ قَوْلِهِ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ عِنْدَكَ احْتَسَبْتُ مُصِيبَتِي فَأْجُرْنِي فِيهَا وَعَوِّضْنِي مِنْهَا إِلَّا آجَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهَا وَعَاضَهُ خَيْرًا مِنْهَا قَالَتْ فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ ذَكَرْتُ الَّذِي حَدَّثَنِي عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ عِنْدَكَ احْتَسَبْتُ مُصِيبَتِي هَذِهِ فَأْجُرْنِي عَلَيْهَا فَإِذَا أَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ وَعِضْنِي خَيْرًا مِنْهَا قُلْتُ فِي نَفْسِي أُعَاضُ خَيْرًا مِنْ أَبِي سَلَمَةَ ثُمَّ قُلْتُهَا فَعَاضَنِي اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَآجَرَنِي فِي مُصِيبَتِي
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah memberitakan kepada kami Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi dari Bapaknya dari Umar bin Abu Salamah dari Ummu Salamah bahwa Abu Salamah menceritakan kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang tertimpa musibah, kemudian bersegera kepada apa yang diperintahkan Allah berupa ucapan, "INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI RAAJI'UUN ALLAHUMMA 'INDAKA IHTASABTU MUSHIIBATII FA`JURNII FIIHAA WA 'AWWIDLNII MINHAA AAJARAHU ALLAHU 'ALAIHAA WA 'AADLAHU KHAIRAN MINHAA (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, di sisi-Mu aku rela dengan musibah yang menimpaku, maka berilah aku pahala dan gantilah dengan yang lebih baik darinya), melainkan Allah pasti akan memberinya pahala dan menggantinya dengan yang lebih baik. " Ummu Salamah berkata, "Ketika Abu Salamah wafat aku teringat dengan yang ia ceritakan kepadaku, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka aku pun mengucapkan, "INNAA LILLAAHI WA INNAA ILAIHI RAAJI'UUN ALLAHUMMA 'INDAKA IHTASABTU MUSHIIBATII HADZIHI FA`JURNII 'ALAIHAA (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, di sisi-Mu aku rela dengan musibah yang menimpaku, maka berilah aku pahala). Dan ketika aku akan mengatakan; WA 'AWWIDLNII KHAIRAN MINHAA (Dan gantilah dengan yang lebih baik darinya). Aku berkata dalam diriku, "Akankah aku minta ganti dengan orang yang lebih baik dari Abu Salamah? Namun aku pun mengucapkannya juga. Setelah itu Allah memberi ganti dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, serta memberi pahala kepadaku atas musibah yang menimpaku. "
No. Hadist: 1588 | Sumber: Ibnu Majah | Kitab: Jenazah
Bab:
Sabar atas musibah
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السُّكَيْنِ حَدَّثَنَا أَبُو هَمَّامٍ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ حَدَّثَنَا مُصْعَبُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَابًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ أَوْ كَشَفَ سِتْرًا فَإِذَا النَّاسُ يُصَلُّونَ وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا رَأَى مِنْ حُسْنِ حَالِهِمْ رَجَاءَ أَنْ يَخْلُفَهُ اللَّهُ فِيهِمْ بِالَّذِي رَآهُمْ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّمَا أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ أَوْ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ فَلْيَتَعَزَّ بِمُصِيبَتِهِ بِي عَنْ الْمُصِيبَةِ الَّتِي تُصِيبُهُ بِغَيْرِي فَإِنَّ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِي لَنْ يُصَابَ بِمُصِيبَةٍ بَعْدِي أَشَدَّ عَلَيْهِ مِنْ مُصِيبَتِي
Telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Amru bin As Sukkain berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Hammam berkata, telah menceritakan kepada kami Musa bin Ubaidah berkata, telah menceritakan kepada kami Mush'ab bin Muhammad dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuka pintu antara beliau dengan orang-orang, atau menyingkap tirai. Ketika itu orang-orang sedang melaksanakan shalat di belakang Abu Bakar. Beliau lalu memuji Allah atas kondisi mereka yang baik, dengan harapan agar Allah memberikan ganti atas dirinya untuk mereka seorang yang dilihatnya bersama mereka (maksudnya Abu Bakar). Beliau bersabda: "Wahai manusia, siapa saja orangnya dari kaum mukmin yang ditimpa musibah, hendaklah ia hibur dengan musibah yang menimpaku. Seorang dari umatku tidak akan pernah ditimpa musibah seperti musibah yang menimpaku. "
No. Hadist: 1589 | Sumber: Ibnu Majah | Kitab: Jenazah
Bab:
Sabar atas musibah
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ عَنْ هِشَامِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ أُمِّهِ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيهَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ فَذَكَرَ مُصِيبَتَهُ فَأَحْدَثَ اسْتِرْجَاعًا وَإِنْ تَقَادَمَ عَهْدُهَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلَهُ يَوْمَ أُصِيبَ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Waki' Ibnul Jarrah dari Hisyam bin Ziyad dari Ibnunya dari Fathimah binti Al Husain dari Bapaknya ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa tertimpa musibah kemudian teringat kejadian tersebut lalu mengucapkan istirja (ucapan Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Raaji'uun), meskipun kejadiannya telah berlalu, maka Allah tetap akan menulis pahalanya. "






Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).

"BERSABAR PADA COBAAN DIDUNIA UTK MNDPTKAN KEBAHAGIAAN ABADI DIAKHIRAT"
Nabi SAW bersabda,“Jika Allah m'hendaki kebaikan untuk seorang hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan hukuman untuknya didunia.Sebaliknya jika Allah menghendaki keburukan utk seorang hamba maka Allah akan biarkan orang tersebut dgn dosa2nya sehingga Allah akan memberikan balasan untuk dosa tersebut pd hari Kiamat nanti”(HR Tirmidzi, hasan)
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :

1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghirno.1870).
Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).

Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallamyang bersabda :

Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitabMawaaridizh Zham-aan no. 1172).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).

3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah

Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :
Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).
Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.

Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)
Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).

Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).

Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).
Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”
(HR. Bukhari-Muslim)

            Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.
            Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.
            Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.
            Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)
            Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”

            Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.
            Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.
            Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.
            Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”
            Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

            Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.
            Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.
            Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.
            Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
            Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.
            Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

            Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.
    .Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt. 

TIDAK BERPUTUS ASA DALAM MENGHARAP RIDHA ALLAH SWT
Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”
(HR. Bukhari-Muslim)
 
            Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.
            Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.

            Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.
            Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)
            Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”
            Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.
            Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.
            Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.
            Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”
            Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

            Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.
            Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.
            Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.

            Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
            Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.
            Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

            Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.
Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt. seperti contoh , saat ini pengobatan dengan madu dan PROPOLIS juga dimi nati krn memang terbukti telah memberi bnyk kesembuhan pada BERBAGAI MACAM penyakit, sesuai yang tertera dalam QS AN NAHL: 
Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. 
(QS. An-Nahl, 16:68)

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl, 16: 69) 
SEMOGA BERMANFAAT,,

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More